headline photo

Persepsi Tentang Pernikahan Dini Pada Orang Tuayang Memiliki Anak Usia Remaja

Sunday, August 12, 2012

Dewasa ini pernikahan dini masih banyak terjadi, bukan hanya di lingkungan pedesaan bahkan juga di lingkungan perkotaan dan faktor penyebab dari pernikahan dini itu juga berbagai macam. Dahlan (1991:42), menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan di usia muda atau yang biasa disebut pernikahan dini di jaman kemajuan teknologi ini merupakan setback (mundur) kejaman lampau. Seharusnya pernikahan dini pada saat ini dihindari mengingat dampak negatif dari pernikahan tersebut yang tidak sedikit.


Banyak pengalaman sosial menyatakan bahwa ternyata banyak rumah tangga yang rapuh atau tidak dapat mendidik anak dengan baik karena ibu dan bapaknya masih belum cukup umur, belum cukup umur disini berarti usia mereka dianggap belum dewasa atau masih remaja. Perpecahan rumah tangga pasangan remaja banyak disebabkan karena tidak mampunya mereka mengendalikan emosinya sehingga masing-masing individu menonjolkan egonya sendiri-sendiri. Pernikahan dini di kota sering disebabkan oleh pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan atau si gadis dilarikan oleh pacar. Sementara pernikahan dini di desa banyak disebabkan oleh faktor sosial budaya dan kurangnya kesempatan pendidikan yang dikarenakan faktor ekonomi relatif rendah, sehingga menganggap dunia yang paling ideal adalah pernikahan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada anggapan sebagian masyarakat tertentu di tanah air mempunyai kebiasaan menikahkan putera-puterinya diusia remaja atau usia dini. Sehingga mendorong para orang tua yang memiliki anak gadis segera menikahkan anak gadisnya diusia dini. Disamping itu ada yang beranggapan anak setelah dinikahkan akan memiliki akibat ekonomi yang menguntungkan, biasanya hal ini terjadi pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan keadaan ekonomi yang kurang. Faktor ekonomi menjadi pendorong dilaksanakannnya pernikahan dini, dengan melakukan pernikahan diharapkan status ekonominya atau taraf hidupnya dapat terangkat menjadi lebih baik serta kedudukan yang tinggi dalam masyarakat (Dahlan, 1991:46). Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada memang sudah di ijinkan bagi mempelai pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun. Namun dalam peraturan pemerintah no: 21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera Bab I pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Oleh karena prinsip dari undang-undang tersebut maka akan lebih baik lagi bila suatu pernikahan itu dapat ditunda sampai umur 25 tahun bagi calon suami dan 21 tahun bagi calon istri. Hal ini akan berpengaruh positif baik bagi kehidupan rumah tangga, keturunan maupun pada masyarakat sekitar.

0 comments:

Post a Comment